Friday, October 17, 2014

5. Bachelor party

Kubuka mataku pelan, menatap seberkas cahaya yang masuk mengintip dibalik balkon flat. Kepalaku terasa sakit, sepertinya posisi tidurku salah. Ku elus tengkuk pelan, memijatnya halus. Kini aku terbaring kesamping diatas sofa berselimutkan bed cover-ku sendiri. Orang yang semalam melihat kesedihan hidupku yang terdalam dan terpuruknya hidupku, kini tidak tertidur ataupun duduk disampingku lagi.
“CKLEK, CKLEK.” Bunyi kunci pintu flat¬-ku terbuka. Aku terdiam ditempatku, perasaan takut tiba-tiba muncul dan bergejolak dipikiranku. ‘ya Tuhan, siapa yang mempunyai kunci flat-ku.’ Batinku bertanya-tanya.
“HAH!” teriakku merasa lega dan sedikit bingung. “bagaimana bisa kamu memiliki kuncinya?”
“kau menjatuhkannya semalam.”
Aku mengangguk pelan, mengingat kejadian semalam saja sudah cukup memalukan bagiku, apalagi harus menatapi orang yang tidak ingin kulihat saat ini.
“aku bawakan bubur ayam, duduklah.”
“aku tidak lapar.”
“duduklah.” Perintahnya halus.
Tak bisa kutolak dengan cara yang lebih halus lagi, kuhampiri dia yang sedang mengeluarkan bungkusan Styrofoam berisikan bubur ayam itu dan duduk dimeja makan kecil yang sering kujadikan juga meja belajar.
“ini.” Katanya sambil memberikan satu bungkusan itu. Dan ia pun duduk disampingku.
“apakah buburnya enak?” tanyanya setelah buburku habis kumakan.
“iya.” Jawabku seadanya.
“aku membelinya dibawah jembatan dekat kampus, disitu buburnya enak menurutku, baguslah kalau kamu juga menyukainya.”
Aku menggangguk pelan sambil meminum segelas susu kacang kedelai yang juga telah dibelinya.
“oh ya, ada apa kamu kemari?”
“oh itu..” katanya seperti tidak ingin membicarakannya. “sepupuku akan menikah hari selasa, jadi hari minggu ini ia membuat bachelor party dan ia ingin kamu bisa hadir.”
“oh..”
“apakah kamu sudah punya acara hari minggu ini?”
“tidak, tapi aku tidak ingin pergi.” Jawabku. Satu hal yang kutahu, jika hal ini menyangkut kehidupan Edgar dan keluarganya, sebisa mungkin aku ingin menjauhinya karena aku sama sekali tidak mengenal siapa dia dan mereka sebenarnya, lagian jika aku hadir, disitu juga pasti ada Tyar dan Kevin.
“kenapa?”
“tidak kenapa-kenapa menurutku.”
“ayolah, kau tidak harus menghindari keluargaku hanya karena ada Kevin disana.”
“apakah kau menanggapi permainanmu ini dengan serius? Karena bagiku, semua ini tidaklah nyata.”
“kenapa begitu takut? Kamu juga belum mencobanya.” Jawabnya tenang sambil meneguk susu kacang keledainya habis.
“kalau kamu mau, ya pergi saja sendiri.”
“minggu, jam 8 malam.” Katanya lagi, kemudian ia berjalan menuju pintu flat.

***
“aku tahu kamu didalam, cepat buka pintunya ndre.” Panggil Edgar dari luar. “kalau kamu tidak keluar, akan kusuruh security membukakan pintu ini dengan alasan percobaan bunuh diri.”
“CKLEK.” Akhirnya pintu itu kubukakan untuknya. “sudah kukatakan bukan, aku tidak mau pergi.”
“aku tidak ingin mendengar apapun alasannya, sekarang kamu ganti baju.” Perintahnya. “ini.” Katanya lagi sambil memberikanku sebuah kotak persegi. Kubuka kotak itu dan kulihat sebuah mini dress berwarna salem bergambar flower. Kutatapi Edgar sepersekian detik dan membuang mukaku dengan kesalnya. Ku ambil baju dari kotak itu dan membawa masuk ke dalam kamarku.
Mini dress tadi kini telah terpasang indah ditubuhku, kutempel tipis bedak dan kubiarkan rambutku tergerai kebelakang. Masa bodoh dengan apa kata orang.
“udah?” Tanya Edgar.”
“terus, kamu mau nunggu siapa lagi?”
“yasudah, kita berangkat sekarang, kita sudah cukup terlambat.”
Ku ambil hape dan kunci flat dan kumasukkan barang-barang penting lainnya dalam clutch.
Edgar menggenggam tangan kiriku semenjak kami berkumpul disini. Douglas Oei, kakak sepupu kesayangan Edgar, menjadi tuan rumah dari bachelor party malam ini, makanya ia tidak mau melewatkan acara ini walaupun akhirnya kami yah sedikit terlambat. Dalam silsilah keluarganya, ia memiliki 3 kakak sepupu, Douglas, Dave dan Daniela, serta 2 adik sepupu, Tyar dan Lily. Keluarga besar sepupu-an ini kini hadir dalam bachelor party ini, karena ini adalah acara pernikahan pertama diantara para sepupu mereka.
“ahh ini dia adik kesayanganku, Edgar, dan ini pasti tunangannya, Indah. Namamu se-indah orangnya.” Kata orang yang diperkenalkan Edgar dengan panggilan kak As.
“selamat ya kak.”
“terima kasih sayang.”
“kalian berdua harus segera menyusul kakak secepatnya, setuju?” tanyanya pada tamu yang berkumpul di meja makan besar itu.
“hey kak, apakah kau melupakan adikmu sendiri? Masih ada aku dan Dave, pastinya kami duluan yang akan menyusul kakak terlebih dahulu.”
“hahaha tentu saja adikku yang cantik, kakak hanya memberikan restu kepada para adik-adik sepupu untuk segera menyusul kakak.”
“hai kak As.” Sapa seseorang dari kejauhan.
“owh, ini dia sepupuku yang cantik lainnya! Dan kamu pasti Kevin.” Sambutnya dengan nada tegas di kalimat terakhir.
“iya ini Kevin, kak.” Jawab tyar cengengesan.
Kevin menatapku yang kini terduduk diam disamping Edgar, tangan kiriku masih digenggam erat olehnya. “silahkan duduk, sayang.” kata kak As.
“baiklah, karena semua sepupu sudah berkumpul dan telah memiliki pasangannya masing-masing, aku ingin kita bermain UNO. Seperti biasa aturannya, yang kalah harus melakukan apa yang dikatakan pemenangnya.” Kak As menjetikkan jarinya, memberi isyarat kepada pelayan restoran itu untuk mengantarkan sesuatu, yaitu kartu UNO dan membawakan kami minuman.
“aku tidak tahu cara mainnya.”
“kita main pasangan tenanglah, ini permainan kesukaan kami sewaktu kecil.”
Kartu mulai dibagikan. Aku berpasangan dengan Edgar dan aku hanya bisa melihat dia mengatur kartu-kartu itu dengan lincahnya. “biasanya aku tidak pernah kalah.” Bisiknya arogan. Ia mengajariku bagaimana cara mainnya, tapi aku tidak bisa berkonsentrasi karena suaranya yang penuh bisikan dan dengan tatapan Kevin yang menatapku dalam. Kak As membuang kartu duluan dan diikuti oleh Dave sesuai dengan putaran arah jarum jam. Seorang pelayan berkeliling di meja bundar kami menuangkan ke gelas berbentuk segitiga tak berujung cairan yang berwarna kecoklatan. ‘oh my alcohol?’ batinku. Pelayan itu sampai ditempatku, aku mencoba menatap matanya ingin menanyakan ini minuman apa, tapi ketika pandangan kami bertemu yang tersirat disana hanyalah ketakutan. Bulir-bulir keringat menetes dekat pelipis matanya dan setahuku ruangan disini full AC. Tangannya gemetaran ketika menuangkan minuman itu. Aku tidak melepaskan pandanganku darinya, ia juga terlihat gemetaran ketika menuangkan minuman digelas yang lain. ‘ada apa sebenarnya?’
“ndre, kamu ingin mereka melakukan apa untukmu?”
“hah? Tanyaku.
“kita menang, jadi kamu ingin mereka melakukan apa untukmu?” Tanya Edgar lagi sambil menunjuk dengan mukanya siapa yang kalah.
“oh..”
“kamu saja, aku tidak tahu harus mengatakan apa.”
Edgar mengangguk mengerti. “jadi aku ingin kalian menyanyikan satu lagu romantis untuk kak As.”
Para sepupu tertawa pelan. “padahal kami mengharapkan sesuatu yang jahat darimu lho, Ed!” terdengar nada kecewa dari Dave.
“not tonight.”
Tyar sibuk mencari lagu dari smartphonenya, sementara mereka berdua berjalan ke arah panggung.
“sayang, aku ingin menyanyikan lagu ini!” tunjuknya excited pada Kevin. ‘sayang?’ batinku geli mendengarnya.
“oke.” Kevin mengambil gitar disitu dan mengatur tali senarnya. “kamu nyanyi duluan, nanti di reff nya kita nyanyi barengan, terus aku yang nyanyi bagian keduanya.” Kevin mengangguk mantap tersenyum pada kelakukan kekasihnya.
Petikan intro senar gitar dimulai. Aku merasa aku sedang menahan napas saat ini.

We were as one babe
For a moment in time
And it seemed everlasting
That you would always be mine

Now you want to be free
So I'm letting you fly
Cause I know in my heart babe
Our love will never die
No!

You'll always be a part of me
I'm a part of you indefinitely
Girl don't you know you can't escape me
Ooh darling cause you'll always be my baby
And we'll linger on
Time can't erase a feeling this strong
No way you're never gonna shake me
Ooh darling cause you'll always be my baby

I ain't gonna cry no
And I won't beg you to stay
If you're determined to leave girl
I will not stand in your way
But inevitably you'll be back again
Cause ya know in your heart babe
Our love will never end no

You'll always be a part of me
I'm part of you indefinitely
Girl don't you know you can't escape me
Ooh darling cause you'll always be my baby
And we'll linger on
Time can't erase a feeling this strong
No way you're never gonna shake me
Ooh darling cause you'll always be my baby

Always be my baby

“aku ingin ke toilet sebentar.”
Lagunya sudah selesai, tapi lagu itu masih saja terngiang-ngiang ditelingaku. “ndre, wake up, he’s not yours anymore.” Kataku didepan cermin, mungkin jika cermin ini bisa bicara dia akan menertawakanku sekarang.
Terdengar suara mengerang dari dapur ketika aku hendak kembali kedalam. Aku melewati toilet dan mengintip dari balik kaca yang menutupi pintu dapur itu. Seseorang menatapku ketika aku mengintip ke dalam. “arg..” teriakku tapi mulutku seketika dibekap oleh pria bertubuh kurus. Ada 3 orang yang bertubuh kurus dan 1 orang yang berbadan tegap.
“dia duduk dengan orang yang bernama Edgar.” Kata orang yang mengenakan baju biru terlihat lusuh.
“siapa namamu?” Tanya orang yang bertubuh lebih tegap dari orang yang mengenakan baju biru tadi.
“andrea.” Jawabku terdengar nada suaraku bergetar.
“baiklah andrea, jika kamu tidak ingin terjadi seperti para pelayan disini, kamu harus mengikuti perintahku.” Katanya lagi menunjuk beberapa pelayan dan koki didapur itu babak belur. “kami tidak akan lama, kami hanya ingin mengambil milik kami disini.”
“apa yang kalian inginkan?”
“dia.” Tunjuknya tepat diwajah pria yang sedang meneguk satu gelas panjang berbentuk pipa berisikan minuman itu. Pria itu meminumnya dengan sekali teguk.
“Dave?”
“hah!” dengusnya terdengar sarkastik. “dia itu pecandu! Dan kami tidak akan melepaskannya begitu mudahnya hanya karena dia mengikuti program rehabilitasi? Apa itu? cih! Dasar tidak tahu diuntung! Kamu belum tahu bagaimana busuknya keluarga ini.”
“a-apa maksudmu?”
“apakah kamu betul-betul tidak mengetahui keluarga ini?”
“t-tidak, aku hanya teman Edgar.”
“teman?” tanyanya tidak yakin sambil melihatku tajam. “kamu mau mulai darimana? Edgar? Dia terlalu takut mengungkapkan perasaanya pada nenek. Padahal aku pikir dia akan kawin lari dengan Sylvia. Tapi kudengar dia tunangan dengan orang lain, cih pengecut!
“sudah cukup, aku tidak ingin mendengarkannya lagi, apa sebenarnya yang ingin kalian lakukan, lepaskan aku!”
“jangan banyak tingkah kamu!” ancamnya sambil menyodorkan sebuah pisau didepanku. Aku tak berkutik ketika dia menggenggam pisau itu begitu kuat dan menodongkannya tepat dihadapanku.
“ayo keluar.” Katanya lagi mengalungkan tangannya dileherku dan menodong pisau itu tepat di arteri karotisku. Seketika itu juga aku bercucuran keringat, pakaianku sudah basah dengan keringatku sendiri.
“KYAA.” Pekik Daniella. Semuanya langsung menoleh ke arah tatapan daniella dan beranjak dari bangku mereka.
“R-reno? Mau apa kalian?” nada suara Dave terdengar takut.
“masih ingat juga dengan kami, pengkhianat! Hidupmu tidak akan tenang hanya karena kamu masuk rehabilitasi dan menjebloskan bos ke penjara!”
“siapa mereka Dave?” Tanya kak As.
“teman pecandu aku kak.”
“kamu masih bergaul dengan mereka?”
Dave cepat menggelengkan kepalanya.
“kamu masih ke sekolah?”
“i-iya kak, aku benar-benar sudah tidak candu lagi kak.”
“apakah kalian tahu, kalian telah menghancurkan bachelor party-ku sekarang?” tanya kak As dengan tenang, masih duduk di meja bundarnya. “by the way adikku merasa tidak memiliki teman seperti kalian, jika kalian sentuh adikku dan keluargaku, akan kupastikan hidup kalian tidak akan lebih tenang dari tikus kotor dijalanan.”
“cih sombong sekali! Kau tidak jauh lebih sampah daripada kami, masih ingat insiden Vina waktu itu? kamu juga kan yang menjerumuskan dia ke dunia gelap kami. Jangan sok suci!”
“aku sudah tidak mengingat hal-hal seperti itu, dan merasa tidak pernah mengalaminya. Oh ya bisakah kalian melepaskan tangan kotormu dari adik iparku?” jawabnya begitu tenang, padahal nyawaku berada ditangan pria yang menodongkan pisau ini.
Aku meremas tangan yang menodong pisau itu, berusaha menahan jarak antara pisau dan leherku. “jangan mendekat!” teriak orang itu. Belahan pisau yang dingin itu makin terasa dikulitku. “Kevin..” desahku. Aku menahan napas ketika Kevin makin dekat kearahku. Aku tidak tahu seberapa besar nyali seseorang untuk membunuh, tapi ketika amarah dan benci mencapai batasnya, akal sehat pun tidak berguna ketika diharuskan untuk berpikir.
Bunyi tembakan pun berkumandang seisi ruangan itu. Aku memejamkan mataku seketika, berusaha untuk menahan kesakitan jika aku benar-benar yang kena tembakan. Tapi rangkulan pria dibelakangku perlahan melonggar, ia jatuh tersungkur dibelakangku dan mengerang kesakitan. Aku membalikkan badanku, yang kulihat sebuah luka tembak menembus bahu kanannya. Kevin melewatiku dan memukul pria yang sudah terjatuh tersungkur itu. Aku berlari menuju Edgar yang membukakan dadanya untukku bersandar. Ia menghendakiku duduk agar supaya ia juga bisa ikut pertarungan sengit dihadapannya. Tapi aku menahannya agar ia tetap bersamaku.
“jangan pergi..”
Tyar sibuk menelepon panggilan darurat saat ini, dan masih tidak bisa melepaskan pandangannya sedikit pun dari perkelahian yang dilakukan kekasihnya. Aku menangis menahan perasaanku, ‘apa yang sudah kulakukan? Kehidupan macam apa yang sedang kujalani sekarang?’
***

“oh ya ndre, jangan lupa belikan aku nasi babinya ya! Kamu mau ga cynt?” Tanya novi.
“iya boleh deh, aku juga mau.”
“yang lain gimana?”
“ngga, aku mau pesan nasi goreng ‘restu’.”
“OK. DAHHH.” Aku naik bus yang berhenti didepanku dan melambaikan tangan sampai tubuh mereka menjadi kecil-kecil karena jarak kami yang begitu jauh. Aku menatap kekosongan dihadapanku seakan-akan hidupku ini tidak begitu berarti.
“CRENG CRENG.” Bunyi koin-koin yang diobok-obok dalam genggaman.
“oh, ini.” Kataku terbangun dari lamunanku sambil memberikan ongkos bus ini pada penjaganya.
Busku berhenti tepat diujung jalan flatku. Disekitar sini ada tempat makan nasi babi kecap yang enak. Penjualnya seorang tante-tante bermata sipit. Novi dan Cynthia sering memesannya padaku jika kami berangkat ke kampus agak siangan atau ketika kami mau nginep bareng.
“Cik pesan 3 bungkus ya, duanya pake telur dadar, satunya lagi ga usah.”
“iya.”
Dan nasi babi kecapnya sudah terbungkus rapi dalam kantong plastic ini. Aku tinggal pulang dan packing barang-barang seperlunya saja. Hari ini kami berlima akan nginap ditempat Vina untuk belajar ujian skills lab yang akan dilaksanakan besok lusa. Ini tradisi lama kami, setiap akan ujian skills lab kami akan nginap bareng untuk belajar bersama.
“iya sebentar lagi, aku baru mau turun.” Jawabku pada orang yang meneleponku. Aku terkejut dengan orang yang berada dihadapanku saat ini. Nyaris nasi yang kupegang dengan tangan kiri jatuh.
“kamu mau kemana?”
“bukan urusanmu.”
“ndre… sampai kapan kamu mau menghindariku?”
“aku tidak menghindarimu, setahuku aku tidak pernah mengenalimu dan aku merasa tidak perlu untuk berada didekatmu.” Jawabku meninggalkan dia dibelakangku dan entah mengapa tiba-tiba dadaku terasa perih seperti pisau dingin itu menggoresnya.
“ndre, bisakah kamu berikan aku kesempatan menjelaskan semuanya?”
“menjelaskan apa?” tanyaku lirih. “Duniamu jelas-jelas jauh berbeda denganku. Bisakah kita mengakhirinya, aku tidak sanggup jika harus berada didekatmu.”
“setidaknya biarkan kali ini aku menjelaskan padamu.” Pintanya. Aku menatapnya putus asa. Semenjak insiden bachelor party itu, aku sangat ketakutan jika bertemu dengan Edgar. Sepertinya jika bertemu dengannya itu adalah malapateka besar untukku.
“aku harus pergi ke apartmen vina.”
“aku akan mengantarmu."

No comments:

Post a Comment

Glad to have you here :)

CLICK FOR MONEY!

FellowEquality.com