Saturday, December 12, 2015

6. Because you love her..


“kamu ingin aku memulai darimana?”
Aku menatap lurus kedepan, seakan mengisyaratkan orang yang bertanya tersebut untuk melanjutkan ceritanya yang mungkin terdengar mengerikan.
“Dave sempat menjadi pecandu.” Mulainya tanpa menilai reaksiku. “kurang lebih 2 tahun yang lalu dia di rehab.” Lanjutnya lagi menimbang-nimbang. “vina, pacarnya juga sempat terjerumus, tapi sayang dia OD.
“mereka berdua menjadi pelajaran bagi keluarga kami, bahwa tidak selamanya uang bisa membeli kebahagiaan. Ketika kami semua mengira bahwa kami baik-baik saja, tapi ternyata kami membusuk dari dalam. Kami berusaha untuk bangkit kembali, walaupun aku sadar keluarga kami rentan dengan kehidupan gelap seperti Dave. Banyak yang mengincar posisi oma, kamu sudah tahu bagaimana kekayaan itu bisa menguasai hawa nafsu seseorang. Aku yang memang sudah ditetapkan untuk menjadi pemegang utama Oei group merasa lelah dengan semua ini. Tapi aku tidak akan begitu saja menyerahkan hasil kerja keras oma selama ini ke tangan yang salah. Ini adalah perusahaan yang dibangun oleh oma dan kakek dengan susah payah. Jadi aku akan bertanggung jawab, walaupun aku harus terlihat seperti tamak akan kekuasaan untuk menjadi penerus perusahaan ini. Akan terasa sulit memang dalam hubungan kita, jujur, hatiku masih mencintai Sylvia. Tidak semudah itu melupakan dia.” Akhirinya, seperti ada sesuatu yang mencekat tenggorokannya.
“well, kamu bisa meneruskan hubunganmu dengan Sylvia. Aku tidak akan menjadi penghalang buatmu dan dia.” Balasku jujur, tidak ingin menjadi pengganggu hubungan orang, apalagi aku bukan siapa-siapa.
“kamu tidak mengerti juga?” tanyanya putus asa, menghela nafas panjang. “oma tidak menyukai keluarganya Sylvia karena sampai detik ini, oma masih mengganggap keluarganya adalah dalang kecelakaan yang terjadi pada kedua orangtuaku. Dan aku tidak bisa dengan mudahnya membangun hubungan dengan mereka, apalagi oma tahu kebusukan ayah Sylvia untuk menguasai perusahaan ini.”
“apakah kamu akan begitu saja melepaskan cintamu hanya karna kecelakaan orangtuamu yang belum tentu adalah kesalahan orangtua Sylvia?”
“aku bukannya tidak menyelidikinya Andreana.” Balas Edgar terdengar frustasi. “Semua bukti-bukti yang tidak konkrit mengarah ke ayah Sylvia. Aku juga sempat frustasi mengenai hal ini, Sylvia juga. Lalu kami memutuskan untuk menjalani hubungan di belakang oma. Tapi semuanya terasa sulit sekarang.”
“terserah.” Kataku seakan tidak mau peduli. “aku tidak ingin bermain permainan ini lagi. Aku takut, aku lelah.” Lanjutku. “kamu bisa menurunkan aku didepan pos jaganya saja.” Kataku menunjuk sebuah pos berwarna orange.
“jika kamu benar-benar ingin memperjuangkan apa yang oma dulu perjuangkan, harusnya kamu juga bisa memperjuangkan apa yang ingin kamu perjuangkan saat ini. Jika itu memang sulit dilakukan, tentukan prioritasmu. Karna kamu harus berkorban untuk sesuatu yang harus kamu perjuangkan, begitulah hukumnya. Terima kasih untuk tumpangannya.”
Aku menutup pintu disampingku dan melihat dia sebentar yang terlihat kesal dan frustasi. ‘hukumnya?’ batinku ngeri.
***

Aku sering melihat Edgar dan Sylvia tampak akur dikampus, entahlah aku tidak pernah melihat mereka berdua selain dari tempat ini. Edgar sepertinya sedang menghindariku selama seminggu ini karena setiap kali aku berpapasan dengan dia dijalan, di daerah kampus tentunya, dia tidak menyapaku dan bahkan tidak menatapku sama sekali. Jika dimasukkan dalam kosakata koas, aku ini sedang “di-invins” untuk invincible. Terserahlah, aku tidak peduli lagi, invis dan lost contact yang terjadi telah kuanggap sebagai berakhirnya hubungan kami. Cukup aku simpan sendiri kisah aneh yang menimpaku beberapa minggu belakangan ini dan aku tidak ingin menambah-nambahinya dengan yang lebih aneh lagi. Aku pun sudah mengikhlaskan Kevin, ’dia bisa move on kenapa aku ngga?’ kataku dalam hati menghibur diri sendiri.
“hai.”
Terdengar sapa seseorang, yang mengalihkan perhatianku pada sebuah novel terjemahan ditanganku.
“ehm, hai.” Jawabku tergagap, orang itu tersenyum kepadaku dan terdiam sesaat sebelum dia melanjutkannya.
“ok, aku memang tidak kenal dirimu.” Katanya setelah mungkin sedang menyusun kata-kata dikepalanya. “aku tidak tahu apa isi hatimu saat ini, namun aku mohon padamu untuk tidak meninggalkan Edgar.” Katanya langsung to the point.
Aku mengernyitkan dahiku seolah sedang berpikir keras, tidak biasa mendapatkan percakapan yang langsung ke intinya tanpa basa-basi. “aku tidak mengerti.”
“aku yakin kamu mengerti maksudku. Aku tidak bisa bersamanya dan itu baru kusadari selama 1 minggu ini bersamanya tanpa diganggu oleh kehadiranmu.”
“o-oh..” jawabku reflex. “j-.” aku baru saja akan melanjutkan keterkejutanku yang mengetahui alasan kenapa Edgar menghindariku namun disela oleh perempuan tampang bourjuis didepanku ini.
“Edgar akan kehilangan segala-galanya.”
Hati dan pikiranku langsung mencelos. ‘kehilangan segala-galanya?’ aku langsung menyadari apa maksud dari isi percakapan ini. “jika Edgar kehilangan segalanya, lantas apakah kamu akan tetap disisinya?” tenggorokanku tercekat melontarkan pertanyaan lancang seperti itu.
Wajah perempuan didepanku tampak tidak suka dengan pertanyaanku, tergambar jelas kegelisahan dan kegundahannya sebelum ia menjawab “iya” yang singkat padat jelas itu.
“apakah kamu tahu, yang menyuruh Edgar untuk memperjuangkan cintanya daripada harta dan apapun itu dalam keluarganya itu aku?”
Wajah perempuan itu berubah kemerahan walaupun sebenarnya dia sudah memakai perona pipi, dan semakin jelas dengan naturalyl blushing yang dialaminya sekarang. Kemudian dia tertawa sarkastik seakan menutup perasaan malunya. “ini tidak seperti drama-drama yang ada di tivi andreana!” jawabnya sarkastik. “kamu pikir aku tidak mau memperjuangkan dia untuk tetap disisiku? Mengeyampingkan masalah keluarga kami yang begitu complicated ini? Mungkin aku salah meminta pertolongan dari orang sepertimu.” Tandasnya lagi.
“orang sepertiku? Maksudnya dari orang segi social ekonomi menengah?” tanyaku memperjelas sambil menatap dia tajam ingin sekali melayangkan sebuah tamparan di wajah cantiknya. Perempuan itu seperti menyesal melontarkan kata-kata barusan. “satu hal yang kuyakini, jika kamu diantara dua pilihan sulit, kamu harus memprioritaskan mana yang akan kamu pilih bahkan kamu perlu berkorban untuk pilihan tersebut. Dan kupikir Edgar telah menentukan apa yang mesti dia perjuangkan agar kelak dia tidak menyesal.”
Aku menunggu perempuan itu membalas kata-kataku, namun seakan tahu dia tidak akan membalas aku melanjutkan kalimatku. “dan sepertinya kamu tidak bisa menerima itu, aku tidak tahu alasanmu apa..” lanjutku sedikit melunak. “..namun dari kegelisahanmu dan pertemuan kita yang straight to the point aku meyakini kamu tidak setuju dengan pilihan Edgar. Kuharap kamu tidak menyesal dengan pilihanmu ini.”
Wajah perempuan itu semakin merah seakan kata-kataku barusan telah menamparnya keras-keras juga sedikit terkejut kalau aku menyadari perubahan-perubahan sikap tubuhnya yang menunjukkan kegelisahan dan suaranya terdengar bergetar sedari awal kami beradu pandang.
“aku tanya sekali lagi, apakah kamu yakin dengan pilihanmu? Karena aku bukan tipe wanita pengganggu, perusak atau apapun istilahnya yang akan menjadi orang ketiga dan siap berbagi denganmu.” Tanyaku dengan nada suara bergetar ketika menyebutkan kata ‘berbagi’ barusan.
Perempuan itu tidak menjawab malah seperti menerawang lewat bola mataku.
that would be a no for me.” Jawabku akhirnya setelah sekian lama kita beradu pandang. Akhirnya lega bisa membuat pencerahan pada perempuan ini, kenalkan dia Sylvia yang walaupun dia tidak mengenalkan dirinya padaku. Aku hendak beranjak dari situ ketika melihat dia hanya menerawang dan mengacuhkanku.
“apakah tidak ada cara lain?”
Aku tercengang mendengarkan pertanyaan itu. Seolah-olah perempuan ini ingin mendapatkan semuanya, seolah-olah dia tidak siap dengan kata-kataku barusan yang seperti maju berperang dan seola-olah dia kehabisan pikir sehingga wajah ke-desperate-annya muncul untuk bertanya padaku. “apakah kamu tahu ada kata e-ye-de dalam tata bahasa kita yang berbunyi PENGORBANAN?” tanyaku pura-pura berpikir sebentar dan langsung meninggalkannya dan kantin itu yang sudah sarat akan pengunjung karena sudah waktunya makan siang.
‘jangan menoleh, jangan menoleh, jangan menoleh.’ Batinku kuat. Aku tidak ingin melihat wajah Sylvia yang seperti baru saja ditampar itu membuatku seakan-akan adalah penyebab dia seperti itu. membuatku seperti orang jahat disitu. Mungkin aku menjadi orang yang tidak peka bahwa suatu hubungan itu tidak butuh cinta, tapi materi. Makan cinta? Tidak mungkin, bukan?
***
“andrea, bisakah kita bicara sebentar?”
Perhatianku teralih dari pembicaraan kelompokku yang seru di kantin siang itu. Kami sedang membahas advanced team yang akan berangkat besok dan apa saja yang akan kami lakukan sampai ditempat tujuan kegiatan bakti kesehatan kami. Tentunya setelah kami mendapatkan beberapa bocoran tempat wisata dan kuliner yang enak disana. Tujuan utama advanced team dibentuk bukan ini pastinya.
“o-oh.” Aku memandang orang yang mengajakku barusan. “aku ijin sebentar ya, aku segera kembali.” Lanjutku setelah melihat orang itu. Teman-teman langsung melanjutkan obrolan mereka dan aku meninggalkan kantin itu.
“ada apa?”
“aku ingin kamu mencobanya.”
Tubuhku menegang mendengar kata-kata itu. “Syl, aku yakin kamu tidak mengenal aku seperti apa, karena aku adalah tipe orang yang akan berusaha dengan sekuat tenaga untuk mendapatkan apa yang aku inginkan. Dan jika aku sudah memulai sesuatu pasti akan aku selesaikan.” Jawabku seperti ada nyala api dalam mataku kemudian meninggalkan dia.
“aku ingin melepaskannya.” Balasnya membuatku langkahku berhenti. Aku membalikkan badanku menatapnya lekat-lekat. “aku tidak akan mengganggunya lagi.” Lanjutku setelah menerima hujan tatapan apiku.
“baik!” jawabku ketus. “dengan ini aku menganggapnya bahwa antara kamu dan Edgar tidak ada hubungan apapun lagi, jadi aku akan merasa lebih leluasa untuk dekat dengannya!” aku mempercepat langkahku, takut aku menyesal dengan kata-kataku barusan atau malahan Sylvia ingin merubahnya kembali. Aku sudah cukup muak dengan pembicaraan ini.
***

Dengan langkah gontai aku menuju pintu flat­ku hendak membukakan pintu bagi orang gila yang bertamu pagi-pagi di hari minggu. ‘ada ya orang yang tidak menghargai hari libur?’ batinku kesal.
“hei.” Sapanya. “aku bawakan kamu sarapan.” Kemudian langsung masuk tanpa kupersilahkan.
Masih setengah mengantuk, aku mengikutinya ke meja makan kecil. “kemarin aku bertemu Sylvia.” Ucapku setelah terdapat keheningan diantara sarapan mendadak ini.
“aku tahu.”
“aku sudah berkata kasar padanya.”
“memang dia pantas mendapatkannya.”
“apakah kamu benar-benar mau berkorban untuknya?”
“tidak.”
“mungkin aku telah salah menganggapmu, harusnya kamu berjuang untuknya.”
Edgar tertawa sarkastik.
“menurutmu apakah dia juga demikian?”
“aku juga perempuan Edgar! Aku tahu bagaimana perasaannya sekarang. Aku tidak ingin menjadi bagian kekecewaannya. Mungkin saat ini kamu dapat berkata bahwa dia memang pantas mendapatkannya, but I expected it wont be that too long, because you love her.
Edgar menatapku tampak putus asa. Pancaran cahaya dari matanya seperti yang kulihat sebelumnya, milik Sylvia.
“Maafkan aku Ndre, mungkin ini bukan jawaban yang kamu inginkan dariku. Maafkan aku tidak bisa menjaga perasaanmu.” Katanya setelah beberapa saat menatapku putus asa. Kemudian ia berjalan ke arahku dan memandangku lekat-lekat, “tapi disatu sisi aku ingin sekali menjagamu, kamu sudah seperti teman lamaku dan kamu juga sudah seperti adikku sendiri.” Edgar terdengar canggung menyebut diriku sebagai adiknya. “aku memang tidak punya adik, tapi tumbuh bersama Tyar dan Lily membuatku tahu bagaimana cara seorang kakak untuk menjaga adik-adiknya.”
“Thanks.” Jawabku singkat sambil tersenyum.
“maaf selama ini aku begitu egois. Aku akan menjelaskan semuanya pada oma. Dan semoga oma memaafkan kita berdua.”
Aku terdiam tidak tahu harus berkata apa-apa. “kamu tidak perlu menjelaskan apapun pada oma, kita masih bisa meneruskan peran kita masing-masing. Aku hanya ingin kamu jangan berpura-pura lagi dihadapanku terhadap Sylvia, aku muak melihatnya. Seakan-akan akulah penghancur hubungan kalian.”
Edgar tertawa getir. “apakah kau yakin?”
Aku mengangguk. “dan aku ingin kamu berjanji satu hal untukku.”
Edgar menatapku tepat dikedua bola mataku seakan menyuruhku untuk jangan berhenti berbicara.
“tetaplah seperti itu. Menjadi teman lamamu. Menjadi adik angkatmu. Berjanjilah untuk tidak memberikan suatu perasaan, apapun itu, kepadaku. Karena setiap perempuan akan mempunyai perasaan kepada seseorang yang dekat dengannya walaupun sedikit, tapi kini aku akan menganggapmu sebagai kakakku, dan kamu akan menganggapku sebagai adikmu. Ingatlah bahwa kamu pernah mencintai Sylvia sampai kamu ingin mengorbankan segala-galanya untuk dia hari ini. Ingatlah bahwa kita berdua adalah kakak-adik, saudara sedarah, mulai hari ini.” Ucapku panjang, tatapanku rasanya kosong, dan perasaanku? Tidak usah ditanya, tidak ada yang aku rasakan, rasanya seperti baal.
“kamu adik terbaikku.” Balasnya sambil memberiku ciuman dikepalaku. “kamu juga harus mulai membiasakan kalau aku menciummu seperti ini.” Lanjutnya menatap mataku. Aku tidak tahu bagaimana tampangku saat ini, aku mudah tersipu dan menjadi merah, blushing. “orang-orang akan bingung jika kita tidak bertingkah laku seperti pasangan pada umumnya. Aku akan lebih sering menggenggam tanganmu, memelukmu, dan bahkan menciummu didepan umum.” Lanjutnya. “ha, ha, ha, tenang saja, aku hanya akan menciummu dikepala dan tidak lebih dari itu.” lanjutnya lagi melihat reaksiku ketika mendengar kata ciuman.
well, I guess that’s fair enough.”
“Baiklah, aku akan mengantarmu skarang ke tempat vina.”
“oh ok.” Jawabku karena aku sendiri pun lupa bahwa aku harus pergi ke tempat vina, dan bahwa kami akan ujian lusa nanti. “bagaimana pernikahan kak As?” tanyaku sambil mengikuti langkahnya keluar flat-ku
Edgar menatapku kebingungan. “apakah kau benar-benar bodoh atau benar-benar tidak tahu apa yang terjadi?”
“apa?” balasku kesal disebut bodoh.
“pernikahan kak As ditunda sampai bulan depan gara-gara kamu tidak bisa hadir.”
“WHAT?????” pekikku. “apakaha kau bercanda?”
“apakah aku terlihat seperti sedang bercanda?”
“tidak.. tapi… maksudku..” aku tidak tahu harus berkata apalagi.
“pernikahan kak As ditunda sampai tanggal 22 Desember nanti, aku harap kau mengosongkan harimu itu untuknya karena acaranya akan sangat merepotkan. Aku tidak tahu bagaimana dia melakukannya.”
“tunggu dulu..” bantahku. “apakah yang kau bilang barusan itu.. ehm.. pernikahannya.. ehm.. ditunda karena aku?”
“tentu saja, kak As sangat mengkhawatirkanmu. Ditambah dia sangat kecewa karena aku tidak bisa menjagamu, dia tahu kalau kita sempat lost contact sekitar 1 minggu ini. Dia khawatir teman-teman Dave akan mendatangimu lagi, makanya dia menyewa seseorang untuk menjagamu dari jauh.”
“hah?” aku hanya bisa melongo didepan Edgar saat ini. Tidak tahu apa yang harus dikatakan, semuanya terlalu banyak, aku merasa tidak bisa mencernanya.
“sampaikan permintaan maafku untuk kak As.”
“untuk apa?”
“untuk pernikahannya yang tertunda.”
“kak As yang ingin sekali meminta maaf padamu Ndre.” Balasnya sambil memutar stirnya memasuki sebuah apartemen. “dia ingin mengadakan bachelor party lagi mungkin, tapi mungkin itu tidak bisa disebut party lagi, karena ada Oma disana. Apakah kamu masih ingin di mobilku atau turun belajar ke tempat vina?”
Aku mengerjap beberapa kali dan baru menyadari bahwa kami telah sampai di apartemen vina yang tidak begitu jauh dari flat-ku. “thanks!” jawabku kemudian mengambil semua barang-barang dari mobilnya.
don’t mention it.”


1 comment:

  1. Nice information. Thanks for sharing this article. It helps me much :) Please keep sharing us the latest information
    watch jumanji: welcome to the jungle
    watchmoviesonlinefree
    watch rampage full movie online free

    ReplyDelete

Glad to have you here :)

CLICK FOR MONEY!

FellowEquality.com